Molly: Bicaralah Apa yang Kau Rasa!

“Apa yang ada di sampingku itulah teman. Teman tidur malam. Teman di setiap aku dihantam banyak fikir. Teman segala jenis aktivitasku di rumah. Entah apa yang membuat perasaan ini lebih memilih ia sebagai teman sejati. Tak dapat dipungkiri, ia selalu mengerti dan membuat rasa tersendiri. Intuisiku memang terbatas di rutinitasku di dunia pendidikanku yang aku tempuh. Tetapi kali ini, aku membuat imajinasi sendiri. Dari sebuah kebiasaan yang nyata. Dia telah mengenalku. Kalaupun ia bisa menyamar seperti manusia sepertiku. Tidak menutup kemungkinan dan pasti, aku akan menjadikan dia pendamping hidupku. Entah apa yang ada dalam fikir ini. Memang tidak untuk kalian. Tapi ini tentang perasaan. Perasaanku dan perasaan dia.”
Suasana petang, saat aku berlabuh menuju rumah. Jelas malam waktu itu. Tanpa ada sebercak cahaya. Aku bersama mbak ponakan. Jalan kanan kiri sepi tanpa ada suara. Memang hanya kami yang melewati jalan saat itu. Entah apa yang membuat Mbak tiba-tiba mengendorkan gas motornya, dan mengerem secara mendadak. Aku merasa kaget dan sedikit tersodok ke depan.
            “Persis di depan kita, ada apa itu ya adik Mongka”
            “memangnya ada apa Mbak?”
            “Sepertinya ada tikus, atau ular yang kesakitan”
Kami mencoba turun dan melihat apa yang ada. Memang tak sejelas apa yang kami rasa. Entah tikus, ular atau apa. Kami mendekati dan tenyata itu adalah kucing. Anak kucing yang masih kecil, sangat kecil. Kulihat merahnya membuat kami sedikit takut. Banyak luka-luka sekujur kakinya. Kami binggung harus melakukan apa. Karena mbak saya suka memelihara hewan, dan bertepatan yaitu hewan yang dipelihara adalah kucing. Tapi fikirku dengan keadaan seperti ini, apakah Mbak mau ya. Karena aku kasihan dengan kucing itu aku mencoba untuk membujuk Mbak. Agar dibawa dan dirawat. Jelas kasihan sekali. Kucing yang baru lahir ini entah dibuang oleh orang yang punya, atau sengaja ditinggalkan ibunya. Sungguh malang nasib kucing ini. Dengan bujukan yang jelas, aku merasa kasihan. Mengugah hati mbak.
            “gimana ini mbak, kasihan kucing ini. Kan mbak juga memelihara banyak kucing di rumah. Jadi bagaimana kalau kucing ini dipelihara digabungkan sama punya mbak.”
            “Tapi punya mbak sudah banyak.”
            “ya sudah, dipelihara mbak dulu setelah lukanya sembuh, Mongka yang akan memeliharanya.”
            “Baiklah, Mongka. Mari sekarang kita bawa pulang”
kami melirik kanan kiri sangat gelap, segera kami pulang membawa kucing ini. Sayup-sayup kesakitan yang tak jelas terdengar mampu aku rasakan. Kini kucing telah terwadahi platik. Sabarlah kau akan segera diobati dan dirawat mbak saya.
Kucing ada di rumah mbak. Selama kucing ini di rumah mbak aku selalu menanyakan kabar setiap hari. Karena rasa sayangku muncul dari kasihan melihat keadaan kucing. Setiap minggupun aku selalu menjengguk. Entah mengapa aku tiba-tiba menyukai kucing. Entah perasaan apa yang membuat aku sayang padanya. Tepat tiga minggu berada di rumah mbak. Kucing sudah sembuh dan bugar. Penampilan yang berbeda, ketika aku melihat bukan seperti kucing yang aku temui saat malam itu. Malam yang mencekam, hanya ringgikan tangis meong, meong. Kini bisa berjalan dan bulu indah membuat aku lebih jatuh cinta padanya. Kenapa aku suka, ya karena kelucuannya.
Hari-hariku selalu diiringi ringgikan kucing. Sebelumnya memang aku juga mempunyai kucing, bernama Ollen. Yang tiba-tiba mati secara tidak wajar. Dan sekarang aku mempunyai kucing baru. Aku memberikan nama Molly, nama yang terlintas secara tak terduga. Aku mengawali dengan panggilan Molly, tanpa ada syukuran nama, acara khusus yang sakral. Demi memperoleh nama ini, hanya sebatas identitas. Karena semua dengan identitas, apapun yang melekat di jiwa hewan pasti akan merasa nyaman. Molly tak berontak dengan nama yang aku berikan, seakan-akan lebih indah dari pada kucing. Keluarga aku kenalkan dengan nama teman baruku yaitu Molly. Jadi keluargaku kalau memanggil, harap memamngil Molly. Aku senang keluargaku menerima teman baruku.
Keseharian Molly kebutuhan batinya makan, minum, kecing, buang air besar. Jelasnya tidur serta meringgik meong setiap perjalannya. Entah kenapa Ibu tiba tidak suka dengan Molly, karena ulahnya setiap harinya yaitu kecing sembarangan, buang air besar dimana-mana. Sehingga menimbulkan bau yang tidak enak. Itulah yang membuat Molly lebih tidak disukai. Aku akhirnya mencoba berfikir, dan tanya-tanya ke mbak. Mungkin mbak ada saran. Setelah aku bertanya-tanya kepada mbak. Aku disuruh mencari informasi di internet. Bagaimana  cara merawat dan membiasakan kebiasaan lama , jelek menjadi kebiasaan yang baik, yang akhirnya keluarga juga senang dengan Molly, tidak hanya aku saja.
Butuh tiga minggu melatih Molly untuk tidak berak dan kecing sembarangan. Dengan hasil pelatihan aku dapatkan tingkah laku Molly sudah berubah. Kecing dan berak di tempat yang sudah aku sediakan.
            Molly kaulah engkau mau menemaniku
            Jangan pernah ragu menemani aku  untuk saat ini saja
            Tapi temanilah aku di kala aku sedih dan gelisah
            Kau tak sekedar teman hidupku setiap waktu
            Tapi kau seakan membuat kebiasaanku juga berubah
            Kau bangunkan aku sebelum subuh datang
            Kau jemput aku depan pintu ketika aku datang
            Tapi saat ini kau sedang sakit, kau jelas tidak seperti biasanya
            Andai saja kau dapat bersuara, katakanlah di sebelah mana sakitnya
Setiap aku mau berangkat sekolah, seakan Molly ingin mengikutiku. Aku terpaksa menutup pintu. Seakan tak ingin lepas Molly dari aku. Kehidupanku selama ini, yang sedih dengan nasib cinta dan permasalahan yang membekal dan tiba-tiba masalah itu datang menghampiri aku. Molly teman aku. Dialah yang lebih mengerti dari semua orang yang mampu berfikir.
Aku pulang sekolah selalu dijemput Molly depan pintu, suara bising kendaraan ini telah Molly hafalkan setiap harinya. Tetapi jika ada suara bising kendaraan lain, ia tak akan berada di depan pintu. Hanya aku yang Molly hafalkan. Suaraku, suara kendaraanku. Aku telah menyayangi dirinya. Saat aku kelam akan rasa sakit dengan nasib cinta, Molly yang selalu mengerti aku. Setiap manusia pasti memiliki hewan kesayangan, ya seperti aku ini. Jangan pernah engkau cap aku aneh.  
Kapan Molly tak meringgik, setiap hari selalu meringgik. Tapi berbeda dengan ringgikan sekarang, Molly sakit dan tak tahu apa yang sekarang Molly rasakan. Aku justru sedikit tak tahu dengan apa yang ia rasa, sedih ataukah bahagia. Aku sedikit gelisah saat ini, melihat apa yang terjadi pada Molly. Karena siapa lagi yang membuat aku tertawa setiap harinya, menemani aku tidur malam, dan meramaikan isi rumah ini. Molly lah yang mengisi semua kesepian di rumah ini. Tak pernah sebelumnya ada Molly rumah ini rame. Hatiku juga rame, selalu ceria bersama Molly.
            Apa yang engkau rasakan , aku tahu
            Kau sedikit bungkam, karena kesakitnmu
            Kau tak mau makan, ya seperti aku saat sakit
            Semoga engkau lekas sembuh,
            Di pelukku malam ini
Cara apa lagi yang akan aku lakukan. Aku periksakan , obati dan rawat. Semua sudah dilakukan. Tetap saja kau tak ada peningkatan kesehatan. Sakit apa. Sakitnya di mana. Andaikan kau bisa berbicara bicaralah. Karena rasaku untuk memahamimu terbatas. Itu diriku yang keliru. Tak pernah memahami yang engkau rasa dan engkau mau. Tetapi saat aku sedih dan bahagia, engkau selalu ada , engkau selalu menghibur aku.

Kursi dan Kopi, 12 November 2014

Sumber sampul: Inspirasi.co

Comments