Roda berputar dengan laju yang cukup cepat.
Mengikuti langkah kaki yang tiada hentinya mengayuh sepedah. Keringat seolah
tiada hentinya menguak di pori-pori. Bagai keluhan air mata tangis yang tiada
henti. Kuat pondasi sejak dini merangkak tiada lelah. Rumput-rumput pagi
membuka embun pada setiap tangkainya. Wajah ini akan selalu terbawa kemana pun
pergi. Hinggap dari satu tempat ke tempat lain. Membaur dengan langganan dan
orang baru. Compang camping penutup aurat berbau kecut karena keringat. Nan
abadi pengabdian yang sempurna. Sebelum lampu alam muncul, peluk keluh merapat
dengan sang kuasa. Meminta dengan iringan do’a senada.
Hidup miskin dan kekurangan
serba salah membuat Ridwan tidak putus asa dalam menjalani kehidupan. Berbaur
dengan tetangga selalu baik dan sangat mudah dalam bergaul dengan teman-teman.
Kehidupan di desa yang sangat jauh dari pusat kota, segi teknologi dan
pendidikan membuat dirinya tidak putus asa. Keinginan sekolah yang tinggi
diidamkannya hanya dalam impian yang tak nyata. Lulus SD dianggap mimpi, bagi
anak seorang loper koran dan pengantar katering. Sekolah hanya modal do’a dan
usaha. Keuangan bergantung pada yang kuasa. Anggan-anggan sekolah bukan di
penak Ridwan, namun di penak Simbok Darni.
Hanya dengan membantu
membersihkan latar depan rumah dan belakang rumah. Menanak nasi, membuat
sayuran, dan mencuci baju kotor Simbok Darni. Sungguh tidak ada rasa malu dan
jijik. Perempuan apa laki-laki. Pikiran Ridwan mengada-ada saja, menganggap
dirinya sebagai perempuan. Yang seharusnya pekerjaan dilakukan perempuan
dilakukannya. Mula-mula tidak mau, kedati tak mau melihat Simbok Darni
marah-marah ketika pulang kerja, sehingga makanan dan pekerjaan rumah sudah
selesai dikerjakan. Agar hati Simbok Darni senang melihat pekerjaan rumahnya.
Sebab tiada pekerjaan yang lain yang bisa Ridwan lakukan, kalau bukan meminta
apa yang perlu di bantu kepada Simbok Darni. Sehingga pekerjaan rumah itulah
yang dilakukan, karena biasanya Ridwan belajar dan tidak bisa mengerjakan apa-apa
bila tidak diajari Simbok Darni. Simbok Darni yang habis pulang kerja mengurusi
pekerjaan rumah. Hanya makanan yang membeli, dan sempat berteriaknya perut
Ridwan yang menunggu makanan dari Simbok Darni yang datang.
Pagi
berangkat, siang pulang, sore berangkat,malam datang. Perjalanan Simbok Darni
dalam menyampingkan pekerjaan sebagai tukang loper koran dan pengantar
catering. Tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan, tidak punya warisan,
sawah, binatang ternak bahkan suami. Hanya pekerjaan yang sudah ada didepan
mata yang bisa ia lakukan. Itu juga karena tetangga dekatnya yang kasihan akan
keadaan Simbok Darni. Hidup terlunta-lunta dengan bersiteguh pada alam.
Pemikiran yang mendalam ketika Ridwan lulus dari SMP inginya Simbok Darni masuk
ke SMK, Ridwan untuk tetap lanjut sekolah dan sekolah.
“Pokoknya
Wan, harus sekolah,sekolah.” Ucap Simbok Darni.
“Mau
masuk pakai uang dari mana Simbok? Untuk makan saja sulit, aku kan membantu
simbok saja ya. Agar Simbok tidak kesel.”
“Pasti ada rejeki, kalau
gak, Simbok akan berhutang ke bank titil, Akankah kau ingin hati Simbok
lebih kesel lagi kalau kau tidak sekolah, mau seperti Simbok,
tidak sekolah, tidak bisa baca dan tulis serta dapat pekerjaan seperti ini.”
“Terserah Simbok saja
maunya gimana?”
Tiap malam tiada hari tanpa
belajar, setiap siang tiada hari tanpa belajar, setiap sore tiada hari tanpa
belajar. Keinginan Simbok yang ingin Ridwan sekolah lagi agar bisa
berpendidikan tinggi, sehingga mencari pekerjaan tidak sulit. Tidak
terlunta-lunta seperti Simboknya.
Mimpi kedua Ridwan, yaitu
lulus dari SMP sangatlah membebani pengorbanan Simbok. Ridwan hanya bisa
bermimpi, dalam mimpi penuh kepastian dan kenyataan. Rekaan yang tidak
berlawanan dengan kenyataan.
Dengan segala niat dan
usaha, Ridwan benar-benar ingin melihat Simbok bangga kepada dirinya.
Pengorbanan Simbok tidak akan Ridwan sia-siakan begitu saja. Melihat Simbok
yang sangat ambisius Ridwan untuk sekolah dan sekolah.
“Rejeki, mati, jodoh di
tangan Allah, apa salahnya kamu berusaha.”
“Benar Simbok, aku juga
ingin sekolah yang tinggi Simbok sampai kuliah.”
“Nah seperti itu, semangat
karena itu juga akan memacu Simbok dalam mencari uang.”
“Simbok tidak apa-apa kan.”
“Tidak apa-apa, mungkin
kambuh penyakit TBC Simbok.”
“Tidak diobati Simbok?”
“Tidak usah, nanti sembuh
sendiri.”
Ridwan tidak ingin melihat
Simbok bekerja dalam keadaan sakit. Terpaksa Ridwan mengambil alih pekerjaan
Simbok. Dirinya tidak ingin penyakit Simbok lebih parah lagi. Hanya demi Ridwan
sekolah yang tinggi Simbok merelakan membanting tulang hingga tak mengenal rasa
sakit. Hanya berperan sebagai penjual loper koran dan pengantar
catering, dirinya merasa malu terhadap teman-temannya. Keluhan
seperti itu kadang Ridwan lontarkan ke Simbok, namun Simbok hanya bilang kalau
jangan malu bila melakukan pekerjaan yang halal, toh tidak mencuri. Dirinya
dinasehati Simbok dengan penuh keiklhasan dalam mengabdikan dirinya pada
Simbok. Malu tidak malu, ini adanya. Sekilas selalu memakan sayur bambu yang
membuat dirinya tidak pernah mempunyai rasa malu lagi pada teman-temannya saat
berjualan.
“Kemana bapak,
mengapa tidak membantu kita?”
“Bapakmu kerja
diperantauan.” Ucapan yang bohong dari Simbok.
“Siapa namanya, kerja
apa.”
“Kasdi, bapakmu kerja
sebagai buruh di kelapa sawit di Kalimantan.”
“Kapan pulang, Mbok.”
“Pulang tidak tahu
pasti, sebab disana kerja kontrak mugkin saat kan datang.”
Padahal
di hati Simbok ingin mengatakan kalau bapaknya meninggalkan Ridwan dan Simbok
beberapa tahun silam. Dengan pergi dengan wanita bekas PSK yang adiknya
sendiri. Tika terperangkap oleh pergaulan teman-temannya, karena adiknya tidak
mau hidup yang bersusah-susah dan ingin hidup enak, tapi diperoleh dengan cara
yang tidak baik. Dengan cara yang dilakukan Kasdi dengan berbagai cara agar
Tika bisa berhenti dari pekerjaan itu. Yang akhirnya di suruh kerja di
kantornya sebagai sekretaris. Alhasil, malahan Kasdi malah terpicut dengan
adiknya dan akhirnya Darni yang lagi mengandung Ridwan ditinggal begitu saja.
Waktu diatur sedemikian
rinci, mulai pukul 03:30 dirinya bersiap-siap menanakan nasi untuk Simbok dan
dirinya sendiri. Simbok yang masih tidur pulas sekali membuat langkah kaki dan
gerak-gerik sedikit terhambat, takut akan mengganggu tidur Simbok. Seperti
biasanya mulai pukul 05:00 setelah sholat subuh dirinya bersiap-siap antri
untuk mengambil koran dari pengepul. Keutungan yang didapat tidak seberapa,
hanya dari koran yang harganya Rp. 3.500,00 mengambil keuntungan Rp. 500,00.
Memang sedikit bagi Ridwan, namun pekerjaan yang sangat mulia kata Simboknya.
Termanggu dalam lamunan dan
impian yang tertunda, pikiran Ridwan yang menunggu untuk masuk sekolah lagi
sudah dibuka untuk pendaftaran, sekolah yang baru buka 1 tahun sebagai sasaran
utama bagi Ridwan.
“Melamun apa Wan.”
“Tidak ada Mbok, hanya
mikir sakitnya Simbok.”
“Simbok tahu apa yang kau
rasakan, dengar sudah dibuka pendaftaran untuk masuk sekolah. Tenang Simbok
sudah menyiapkan uang.”
“Uang dari mana Simbok!”
“Tabungan dari hasil
kerja.”
“Tidak Simbok belikan obat
saja.”
“Penyakit Simbok sudah
Reda.”
Dirinya diantar Simbok saat
pendaftaran, do’a penuh khidmad Simbok lakukan. Dua
minggu setelah pendaftaran akhirnya diumumkan siapa saja yang diterima. Dengan
rasa yang berderu-deru. Ridwan menuju sekolahan dan melihat dirinya ada di
daftar, dan pertanda bahwa dirinya masuk.
Mendengar berita itu Simbok
sangat senang membuat penuh harapan dan ambisi. Sementara Simbok yang sudah
lelah dalam mengelilingkan koran dan sedikit catering, membuat langkah Ridwan
mengambilkan segelas air, tanpa olahan dan asli dari sumber sungai yang dibuat
lubang. Penjualan catering kadang sepi, karena hanya pada acara
tertentu saja ramai akan pesanan, itupun diambil dari bosnya
dan mendapat upah yang sedikit.
Selama menjalani sekolah,
dirinya selain belajar juga membantu Simbok dalam berjualan koran dan
mengantarkan catering. Semenjak sekolah di SMK ia selalu semangat membantu
Simbok, setelah sekolah dan saat libur ia menemani Simboknya dalam berjualan.
Ridwan sangat merasakan betapa susahnya mencari uang untuk membeli sesuap nasi.
Dirinya mempunyai cita-cita setelah sekolah nanti ingin kuliah, dan bisa kerja
yang layak agar bisa membuat Simbok tidak bekerja lagi sebagai loper koran dan
pengantar catering. Cita-cita yang sangat berlawanan dengan kenyataan saja.
Hari-hari,bulan-bulan dan
tahun-tahun ia telah lewati dengan Simbok. Bersusah payah Simbok mencari untuk
biaya menyekolahkan Ridwan, awal-awal memang bisa membayar dengan uang
simpanan, apalagi ia tidak pernah minta uang saku. Puasa senin kamis saja,
begitu kata Simboknya. Di sekolah hanya buku yang menemani lapar dan rasa haus
Ridwan saat hari-harinya. Tidak hanya puasa senin kamis namun juga puasa daud.
Karena setiap hari kadang puasa kadang tidak seperti apa yang disunahkan para
Nabi.
Di sekolahnya Ridwan sering
mrngikuti lomba mewakili sekolahan, sehingga dirinya sering mendapat beasiswa.
Waktu yang bersamaan sebelum waktu ujian akhir nasional. Sekolah memberitahukan
bahwa ada beasiswa untuk sekolah lagi, artinya kesempatan untuk sekolah lagi
bagi orang yang tidak mampu, namun berprestasi. Kegembiraan Ridwan begitu
memuncak setelah mendengar info tersebut. Dirinya pun berantusias mengikuti
beasiswa. Berbagai macam syarat-syarat ia kumpulkan. Karena yang diambil dari
kelas hanya 5 anak. Dirinya berharap kesempatan itu bisa ia manfaatkan dengan
baik. Simbok juga sangat senang mendengar kabar itu, Simbok menilai usaha yang
dilakukan tidak sia-sia.
“Semoga kamu bisa kuliah
Wan.”
“Amin... Simbok do’a kan
terus ya.”
“Ya Wan... Simbok do’ain
selalu, Simbok juga sholat malam terus kok.”
Keesokan harinya, ada info
dari sekolahan melunasi pembayaran bagi yang belum lunas. Di detik-detik
terahir mengakhiri sekolahnya ada satu permasalahan yang sangat ia sulit
lalui,dari mana ia memperoleh uang untuk melunasi semua tunggakan dalam waktu dua
minggu ini. Uang pembayaran tunggakan meliputi; uang gedung belum dibayar, uang
buku-buku, uang praktek, dan uang daftar ulang. Ridwan binggung akan info
seperti itu, sebab bagi yang belum melunasi tidak bisa ikut ujian nasional.
Dengan rasa takut dirinya bilang kepada Simbok kalau ada pembayaran terahir
lagi.
Simbok binggung tidak
karuan, uang simpanan sudah habis untuk makan tiap hari. Simbok berupaya lebih
giat dalam bekerja, namun hanya segitu uang hasil yang didapat dari kerja.
Padahal Ridwan juga membantu Simboknya berjualan koran dan catering. Uang yang
didapat hanya untuk makan saja. Ridwan putus asa. Sedangkan Simbok beruhasa
mencari jalan keluar. Terpaksa berhutang kepada bos koran dan catering,
akhirnya bisa. Uang yang di pinjam Simbok bisa melunasi tunggakan pembayaran
Ridwan. Namun Ridwan binggung asal muasal uang yang didapat Simbok. Sebab
dirinya bila bertanya selalu Simbok jawab, dari uang tabungan. Ia juga
berfikir, Simbok sudah tidak punya simpanan uang.
Kebohongan Simbok selalu
ditutupi dengan berbagai alasan. Simbok tidak mau Ridwan banyak fikiran tentang
uang yang didapat. Kalau tahu pasti akan menggangu belajar Ridwan di
detik-detik terakhir ujian akhir nasional.
Waktu luang sambil menunggu
pengumuman kelulusan dan info beasiswa yang sangat ia dinanti-nanti.
Ridwan membantu Simbok. Karena Simbok penyakitnya kambuh terpaksa diambil alih
lagi pekerjaan Simbok. Setiap harinya bekerja dan Simbok berdiam di rumah
sambil istirahat. Teman-teman Ridwan sangat akrab memanggil dengan loper koran
dan pengantar catering. Nyaman dengan pekerjaan itu. Setiap pagi ditemani
dengan sepedah bututnya mengantar kemana-mana.
***
Memang tanpa diduga,
kenyataan entah mimpi juga tertangkap di mata Ridwan. Dirinya lulus dari mimpi
ketiganya bisa lulus dari SMK. Mimpi ke empatnya juga sekilas muncul
begitu Ridwan mendapat info bahwa dirinya keterima beasisiswa disebuah
universitas negeri di Jember. Impian yang sangat luar biasa terlintas dalam
penak Ridwan. Sambil mengantarkan koran dan catering berteriak kegirangan yang
diumumkan kemana-mana dengan orang yang ia sambangi.
“Aku
keterima kuliah... Amin!!”
Simbok
lebih senang lagi, Sampai tetangga satu desa diberitahu kalau anaknya keterima
kuliah. Sungguh tidak malu dan tidak merasa kesakitan dengan sakit yang ia
derita.
Mengawali
semua itu Ridwan, sebelum masuk kuliah, ia mengikuti PK2 (pengenalan kehidupan
kampus). Simbok masih membiayai lagi untuk uang saku berangkat ke Jember dengan
meminjam kepada bos koran dan catering. Padahal uang pinjaman yang dulu belum
Simbok lunasi. Karena senangnya Simbok mencari pekerjaan tambahan sebagai buruh
cuci. Yang pindah dari satu RT ke RT lain. Hanya untuk mengurangi beban hutang
yang ia derita. Semampu mungkin Simbok mendapat pekerjaan tambahan memang bisa
sedikit melunasi hutangnya.
Sementara
Ridwan yang dalam masa-masa PK2 menikmati segala kegiatan yang diadakan kampus.
Tinggal di pondok sebagai tempat tinggal yang ia manfaatkan, pilihan dengan
alasan karena murah, bisa mendapat ilmu dan barokah. Kegiatan yang berhari ia
ikuti akhirnya selesai juga. Tubuh yang sangat lelah dan letih ia gunakan untuk
istirahat di pondok, untuk menyongsong hari esok awal masuk perkuliahan dan
awal masuk mahasiswa baru.
Sebelum
masuk awal perkuliahan ia pulang menemui Simbok. Di rumah menyapa Simbok tak
ada balasan. Simbok yang berbaring di kamar selama 2 hari membuat Ridwan
terpukul dan segera melarikan Simboknya ke RS. Kendala karena tidak memiliki
kendaraan ia terpaksa meminjam milik tetangga. Tapi motor dipakai untuk kerja
semua di hutan. Sehingga dirinya binggung harus pinjam kemana lagi. Berkeliling
se desa dengan rasa yang mengebu-ebu ia akhirnya temuai pinjaman, yaitu
pinjaman dari temannya waktu SMP dulu.
Dengan
secepatnya menuju rumah untuk mengambil Simbok. Muka Simbok yang sangat
pucat,lemas tanpa tenaga memegangi perut Ridwan yang menuju RS. Di mana-mana RS
tidak ada yang mau menerima mereka berdua. Dan terakhir ia ada pandangan satu
RS dr. Subandi. Saat menuju RS tidak disengaja dia menabrak seorang
loper koran, perempuan tua. Ridwan yang terpental jauh namun tidak apa-apa
hanya sebatas luka gores di tangan. Namun Simbok tidak sadar diri, Luka penuh
darah yang mengalir membuat cemas dan binggung Ridwan,apalagi yang ditabrak
terpental jauh yang langsung tidak sadarkan diri. para warga yang ada didekat
tempat kejadian langsung beramaian datang dan meminta Ridwan untuk bertanggung
jawab.
Dibantu
warga dibawalah Simbok dan perempuan tua itu ke RS dengan mobil yang lewat di
tempat kejadian. Sementara Ridwan diamankan polisi, karena takut diamuk masa.
Di kantor polisi Ridwan ditanya dengan berbagai macam motif mengapa menabrak
Perempuan tua itu.
“Karena
Saya tergesa-gesa membawa Simbok saya yang sakit Pak!”
“Apakah
betul saudara saat lampu merah menerobos”
“Ya
Pak, sebab Simbok saya sudah kritis dan harus cepat dibawa ke RS, namun
kemana-mana RS tidak ada yang mau menerima kita, nyawalah Pak.”
“Tapi
saudara tetap salah, melanggar tata tertib lalulintas.”
Motor
yang tidak dilengkapi dengan surat-surat bahkan SIM yang juga tidak punya,
membuat dirinya binggung. Belum melihat Simbok di RS, belum korban yang
ditabrak, belum mengurusi motor pinjaman yang ditahan polisi. Dengan mendapat
pengawalan dari polisi dirinya melihat kondisi Simbok, dan korban yang
ditabrak.
***
Dilihatnya
korban dan Simbok saling bercakap dengan begitu akrab. Membuat, setelah lama
tidak paham akan percakapan mereka, Ridwan mencoba mendekat dan bertanya kepada
Simbok, ternyata perempuan tua itu adalah teman Simbok Rusmi yang selama
bertahun-tahun selalu bersama dalam menjual koran, sangat kenal betul
kepribadian Rusmi. Anggapan bahwa ini adalah kejadian yang tidak terduga dan
tidak disengaja. Rusmi juga sering membantu Simbok saat korannya tidak habis,
dibantu menjualnya. Rusmi sangat baik dan ringan tangan.
Melihat
diapitnya Ridwan oleh tubuh besar dan berbadan kekar yaitu polisi, membuat
Simbok takut. Ketakutan itu dibendung oleh Rusmi. Saat meminta dengan jalan
damai untuk menyelesaikan masalah ini. Namun polisi tetap akan membawa kasus
ini ke kantor polisi. Sebab Ridwan sudah melanggar tata tertib lalu lintas.
Ridwan memang mengaku salah. Simbok menangisi Ridwan saat dibawa kekantor
polisi. Ridwan yang masih konsentrasi dalam menyelesaikan masalahnya di kantor
polisi, sangat bimbang juga akan biaya yang harus ditanggung nantinya. Uang
tidak punya. Tidak ada yang bisa membantu Ridwan. Hanya Simbok yang ia punya.
Tetangga-tetangga juga berkehidupan sama, tidak mungkin minta bantuan kepada
mereka.
Dua
hari lagi perkuliahan sudah memulai awal pelajaran baru, pikiran yang terus
resah dan hati yang sangat sedih mendalam. Beban begitu berat baginya yang
dihadapi sekarang, tidak mungkin Ridwan meninggalkan Simbok dalam keadaan
berbaring di RS, dan tidak mungkin urusan dengan pihak polisi ia tinggalkan.
Musnah sudah impian ke empat yang selama ini dieluh-eluhkan oleh Ridwan, bahkan
Simbok yang lebih mendukung semua itu untuk Ridwan selalu maju kini berahir
sia-sia. Impian Simbok untuk menjadi anaknya orang sukses dan bisa dapat
pekerjaan tetap, kini hanya impian semata saja.
Impian
yang kini pupus dalam perjalanan yang sangat berat. Kini Ridwan di kantor
polisi, Simbok di RS. Seseorang yang mendengar berita itu kini mencoba menebus
Ridwan dan membiayai semua biaya RS Simbok. Ridwan tidak tahu siapa orang yang
menolongnya, tapi dalam impian ke empat dirinya pernah bertemu dan digendong di
sayang-sayang dan menolongnya saat terjatuh. Hanya Simbok yang tahu siapa dia.
Orang yang sangat Simbok dambakan selama bertahun-tahun dan sangat Simbok
cintai selama ini. Ridwan bebas dan menjenguk Simbok meminta restu. Karena
Simbok telah dijaga oleh bapaknya Ridwan. Yang telah menyelesaikan semua
masalah yang ada. Berpamitan juga dengan bapaknya untuk meraih mimpi keempat.
Sumber Sampul: wowmenariknya.com
Comments
Post a Comment